Rabu, 06 Agustus 2008

A Man Called Hero

Tiba-tiba aku jadi teringat film hongkong jadul yg dibintangi Ekin Cheng ini. Intinya sama dengan Batman : Dark Knight. Bahwa yang disebut pahlawan (disini kebetulan gendernya laki-laki) adalah yang mampu mengorbankan dirinya demi kebaikan semua orang. Kayaknya itu mudah tapi aslinya sulit banget.

Jujur dari sekian banyak film Batman sampai saat ini Christian Bale yang paling cocok memerankan Bruce Wayne dan Dark Knight ini satu-satunya Batman yg berhasil bikin aku mau nangis. Film ini juga merupakan Batman yang paling lengkap dari semua sisi. So humanism. Menyorot 2 karakter putih, 1 hitam dan 1 abu-abu dengan pas bahwa they are exist in our real life. Yang paling kusuka film ini menceritakan soal keberanian dan pengorbanan, bagaimana Batman terlihat sangat ketakutan…seperti kata Bruce yang kira-kira begini “Pahlawan adalah orang yang mampu bertahan dan mengorbankan dirinya dan itu yang tidak bisa dilakukan Batman jadi dia bukan pahlawan”. Namun pada akhirnya Batman bisa menunjukkan bahwa dia “pahlawan” tanpa mau disebut pahlawan. I think that’s a man called hero!

Nggak rugi selama ini aku cinta mati sama karakter Batman, satu-satunya super hero Amerika yang aku doyan karena sosoknya yang manusiawi. Dan ini filmnya yang paling bagus!

Sabtu, 02 Agustus 2008

“Sudah” atau “Baru”?

Beginilah kalau sudah jadi fresh graduate dan belum punya kesibukan berguna. Jadi berpikir mulu…I mean merenung. Entahlah ini renungan yang berguna apa nggak tapi enurutku ini pemikiran yang alamiah terjadi.
Heeeem, mari kita lihat lagi…di umur 21 tahun ini aku sudah bisa lulus dari D3 Advertising dengan masa belajar tepat 3 tahun plus IPK yang tak jelek-jelek amat. Kalau ditanya setelah ini mau nerusin atau kerja pasti jawabanku kerja, lagi bosen ama bangku kuliah sih. Misal harus nerusin juga nggak ingin ke S1 Advertising karna masih jenuh *tapi ya liat saja nanti*. Saat ini sudah punya laptop dan kamera DSLR sendiri *walau lensanya rusak*. Ada keinginan untuk serius dengan fotografi dan dunia tulis menulis, terutama ini karna impianku jadi penulis, tapi masih ragu-ragu.
Kalau ditanya lagi “what you really really want to do for your life?”
Sumpah suer! Saya sendiri masih bingung!
Karena itu saya bingung…apakah kebingungan saya ini wajar? Wajar karena aku “baru” 21 tahun. Atau tidak wajar? Tidak wajar karena aku “sudah” 21 tahun. Dengan apa yang saya miliki itu, termasuk fasilitas dan mimpi tadi, masih pantaskah untuk bingung?
Bisa saja sih berpikir “ah…saya kan ‘baru’ 21 tahun!” dan hidup benar-benar murni dengan keinginan sendiri tapi itu membuat aku berpikir betapa egoisnya diri ini. Soalnya aku menganut prinsip “rentang usia perempuan itu pendek”. Perempuan itu kalau sudah umur 30 thn bisa dikatakan tua tapi kalau laki-laki malah jadi usia yang penuh pesona. Ngelamar kerja pun begitu, kalau perempuan diatas 26 thn aja harus sudah punya pengalaman kerja. Hamil pun tidak baik saat usia berkepala 3. Pendek kan? Jadi aku berpikir masa kerja keras perempuan ada di usia 20an.
Kadang juga berpikir “ya ampuuun…aku kan ‘sudah’ 21 tahun dan belum dapet apa-apa yang bisa diandalkan?!” Kalau sudah begini, aduh stressnyaaaaaaa! Rasanya selama ini seperti buang-buang waktu saja, apalagi kalau melihat teman-teman lain yang sudah ‘melesat’… pikiranku bakal semakin tenggelam dalam kata-kata ‘sudah’. Tapi dengan mengingat kata ‘sudah 21’ membuat pikiran jadi dewasa, nggak bertingkah sembrono dan awur-awuran. Pokoknya berasa tua! Hahaha…rasanya jadi lebih bermakna kata ‘sudah’ dibanding ‘baru’ ya?
Aaah…mau gimana lagi, kehidupan penuh dengan kebingungan karena bingung itu juga manusia memiliki kehidupan. Setelah dipikir-pikir aku jadi lebih suka kata “baru 21” karena membuatku berasa muda, banyak harapan, banyak waktu, terpacu untuk belajar dan punya toleransi atas kebodohan dengan diri sendiri. Jadi kalau menemui sesuatu yang menyulitkan tinggal bilang “ saya kan baru 21 tahun”. Hehehe….